Sajiansedap.com - Olahan daging memang nikmat dan selalu bikin ketagihan.
Tapi tentu saja, bukan berarti kita wajib mengonsumsinya tiap hari.
Bisa saja hal tersebut dapat membawa bahaya bagi tubuh kita.
Salah satunya adalah daging yang diawetkan.
Setiap makanan dan minuman yang kita konsumsi ternyata bisa mengandung ancaman untuk diri kita sendiri.
Berdasarkan laporan laman Men's Helath, kali ini ilmuwan telah menemukan efek negatif dari daging sapi yang telah menjadi favorit banyak orang di dunia ini.
Bisa jadi penyebab penyakit kejiwaan
Periset dari Johns Hopkins University, AS, menganalisis pola diet pasien kejiwaan di Baltimore.
Dari hasil riset, peneliti menemukan mereka yang telah mengonsumsi daging sapi yang diawetkan, berisiko tiga kali lebih tinggi mengalami bipolar mania daripada pasien lainnya.
Baca Juga: Resep Daging Goreng Bumbu Pala Enak, Menu Istimewa Untuk Makan Siang
Baca Juga: Masih Makan Ayam dengan Ciri Ini? Waspada 4 Panyakit Mematikan ini Diam-diam Bersarang dalam Tubuh
Gangguan bipolar adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang.
Umumnya ditandai perubahan suasana hati yang sangat ekstrem berupa mania dan depresi. Karena itu istilah medis menyebutnya manic depressive.
Periset pun menindaklanjuti hal ini dengan melakuan riset yang menggunakan tikus sebagai subjeknya.
Tikus tersebut diberi makan berupa dendeng, daging sapi yang diawetkan, untuk menunjukan peningkatan perilaku bipolar dan pola tidur yang tak teratur.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Berdasarkan pengamatan, profesor neurovirologi Robert Yolken, salah satu periset, menyimpulkan kandungan nitrat, pengawet yang biasa digunakan pada daging adalah penyebab hal ini terjadi.
Nitrat memiliki sifat antibakteri, menurut Yolken, zat inilah yang telah mengubah mikrobioma tikus dan manusia.
Dalam penelitian sebelumnya, ia dan timnya mencoba memberi probiotik pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena mengalami fase mania.
Alhasil, pasien cenderung tidak akan dirawat kembali dalam enam bulan ke depan.
Periset belum menemukan bagaimana proses perubahan mikrobioma ini memengaruhi otak.
Menurut peneliti, bakteri mungkin mengirim sinyal melalui saraf vagus, yang menghubungkan usus dan otak.
Atau, bakteri bisa mengeluarkan bahan kimia yang disebut butirat yang berjalan melalui sistem sirkulasi ke otak.
Inilah yang membuatnya mempengaruhi produksi hormon pengaturan suasana hati yang disebut neurotransmitter.
Tentu saja riset ini perlu diteliti kembali lebih mendalam, menggunakan lebih banyak sampel.
Namun banyak riset yang telah mendukung fakta daging olahan dapat menyebabkan kanker. Jadi bagaimanapun juga, kita harus waspada terhadap apa yang kita konsumsi. (Ariska Puspita Anggraini)
KOMENTAR