SajianSedap.com - Beda nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung perlu diketahui oleh siapa saja.
Sebab selama ini gejala ini sering disamakan, maka penting mengetahui beda nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung.
Sebab serangan jantung adalah kondisi yang berbahaya, maka siapapun patut waspada dan tahu beda nyeri dada karena asam lambung dan serangan jantung.
Meski sekilas terlihat dan terasa mirip, sebenarnya terdapat perbedaan antara nyeri dada akibat serangan jantung dan nyeri dada karena gejala asam lambung.
Gejala nyeri dada adalah salah satu alasan paling umum seseorang pergi ke Unit Gawat Darurat.
Pasalnya, ini memang merupakan salah satu ciri serangan jantung yang harus ditangani sesegera mungkin.
Namun, dari seluruh jumlah pasien dengan keluhan sakit dada yang masuk ke UGD, beberapa di antaranya sebenarnya mengalami heartburn.
Memang, agak sulit membedakan rasa sakit yang disebabkan oleh serangan jantung dengan heartburn. Ini yang sering membuat para penderita asam lambung tinggi merasa panik saat merasa heartburn.
Lantas, apa perbedaan nyeri dada akibat serangan jantung dengan nyeri dada akibat asam lambung?
Menjawab persoalan itu, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Primaya Hospital Makassar, dr Bambang Budiono SpJP, FIHA, FAPSIC, FSCAI, berkata bahwa benar nyeri dada bisa menjadi indikasi adanya sakit asam lambung dan serangan jantung.
Heartburn, angina dan serangan jantung bisa terasa sangat mirip. Bahkan, dokter yang berpengalaman pun tidak selalu dapat membedakannya hanya dari riwayat kesehatan Anda dan pemeriksaan fisik.
Angina khas infark atau serangan jantung ditandai dengan nyeri dada hebat disertai keluarnya keringat dingin dan berlangsung terus menerus hingga lebih dari 20 menit, bahkan nyeri bisa menyebar ke bahu, leher, rahang atau lengan.
Selain nyeri dada, penyakit jantung koroner juga dapat menimbulkan keluhan seperti terasa tertekan benda berat atau sesak bila beraktivitas.
Keluhan ini terjadi terutama pada penderita diabetes melitus dan usia lanjut di mana sudah muncul neuropati atau gangguan fungsi pada sistem saraf, termasuk yang memberi sensasi rasa sakit.
Adapun gejala potensi jantung lain yang wajib diketahui bisa berupa sesak dan cepat lelah bila beraktivitas, gangguan irama jantung, syncope (pingsan) dan berbagai gejala lainnya.
Bambang menjelaskan, nyeri pada lambung bisa menjadi salah satu tanda dari angina dan bisa disertai muntah atau mual.
Terutama jika terjadinya sumbatan pada pembuluh darah arteri koroner kanan sehingga sering terjadi misdiagnosis karena dianggap sakit maag.
Sebaliknya, keluhan lain dari nyeri ulu hati yang khas karena sakit maag atau GERD adalah disertai dengan rasa terbakar di sekitar dada (heart burn) akibat adanya regurgitasi asam lambung (makanan yang ditelan namun kembali ke kerongkongan atau mulut).
Sakit maag juga bisa disertai dengan gejala seperti sering sendawa, kembung dan nyeri ulu hati jika terlambat makan.
Namun, untuk memperkuat dugaan ada atau tidaknya penyempitan pembuluh darah koroner, pasien sebaiknya melakukan pemeriksaan penunjang, seperti rekaman jantung, treadmill test atau ekokardiografi.
Gejala nyeri dada pada gangguan maag terjadi akibat produksi asam lambung berlebihan, dan peradangan pada bagian kerongkongan (esophagitis) akibat regurgitasi asam lambung.
Selain itu, nyeri dada asam lambung juga bisa timbul akibat iritasi atau luka pada mukosa (lapisan kulit dalam) lambung atau duodenum, bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong.
Baca Juga: Sering Tak Disadari, Kenali Ciri-ciri Penyakit Jantung di Usia Muda yang Tampak Sehari-hari
Ada beberapa cara yang disarankan ahli jantung dari Cleveland Clinic Dr. Laffin agar kita bisa menurunkan risiko penyakit jantung.
1. Ikuti diet sehat jantung
2. Berolahraga secara teratur
3. Berhenti merokok
4. Kelola tekanan darah dan kolesterol
5. Batasi alkohol
6. Mengurangi stres
7. Mengendalikan diabetes
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cara Membedakan Nyeri Dada karena Sakit Jantung dan Asam Lambung
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR