SajianSedap.com - Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas belanja online menjadi tren dan digemari oleh berbagai kalangan, mulai dari remaja hingga orang tua.
Siapapun yang memiliki smartphone dan koneksi internet dapat mengakses situs belanja online.
Cara pembelian dan pembayaran dengan berbagai metode juga cukup praktis dan mudah.
Sehingga tak heran kini banyak orang kecanduan berbelanja online. Seperti halnya Liu Juan (bukan nama sebenarnya), wanita asal China yang berusia 30 tahun.
Kecanduannya akan belanja online membuatnya terlilit hutang miliaran hingga berakhir tragis.
Dilansir dari mustsharenews pada Rabu (16/11/2022), Liu Juan sendiri bekerja sebagai inspektur keamanan di bidang transportasi kereta api.
Pekerjaannya cukup stabil dan gajinya rata-rata dengan penghasilan sebesar 3.000 yuan atau Rp 6,6 juta tiap bulan.
Namun, pada tahun 2019 Liu mulai kecanduan belanja online dan paket datang setiap hari ke rumahnya. Sampai-sampai bahkan sebelum paket lama dibuka, akan ada paket baru yang menunggu di depan pintu mereka.
Namun karena pendapatannya tak dapat menampung keinginan Liu berbelanja online, maka Liu Juan mulai berhutang menggunakan kartu kredit.
Namun, ketika saatnya tiba bagi Liu Juan untuk membayar kembali uangnya, dia menyadari bahwa dia tidak bisa membayarnya.
Ia lantas meminta bantuan ayahnya untuk membayarkan utangnya tersebut. Namun Liu tidak kapok dan terus berbelanja online hingga ayahnya terus menerima telepon tagihan pembayaran.
Karena kelakuan Liu Juan, hubungannya dengan sang ayah menjadi renggang. Sang ayah juga sudah benar-benar merasa lelah, kesal, dan stres karena panggilan telepon dari penagih hutang.
Sampai akhirnya ayah Liu Juan sudah tak tahan lagi dan bertengkar hebat dengan Liu pada suatu malam.
Selama pertengkaran, ayah Liu nampaknya terbutakan oleh emosi hingga tanpa pikir panjang langsung mengambil pisau buah dan menikam Liu hingga kehabisan darah dan meninggal.
Mengerikan bukan bagaimana hanya dari kecanduan belanja online ini dapat merenggut nyawa?
Meski sebenarnya tak ada yang salah dengan aktivitas belanja online, kecanduan itulah yang bisa berakibat fatal.
Kecanduan berbelanja ini disebut sebagai shopaholic, yakni kondisi orang yang memaksakan diri untuk berbelanja dan mungkin merasa dirinya tidak memiliki kontrol atas perilaku tersebut.
Banyak orang menyebut hal ini hanyalah sebagai hobi, namun penelitian justru menyebut shopaholic menjadi sebuah gangguan mental.
Profesor psikologi di Hannover Medical School di Jerman Astrid Muller, percaya bahwa gangguan pembelian dan belanja harus diakui sebagai gangguan kesehatan mental formal karena prevalensi, dan cara itu mengganggu fungsi sehari-hari.
Sebab itu membuat orang berbelanja sampai tingkat yang gigih, berlebihan tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi.
Mereka akan membeli sesuatu tanpa melihat batas kemampuan yang mereka miliki.
Akibat dari hal tersebut, akan ada hutang dan pengeluaran berlebihan.
Namun dalam jangka panjang, juga akan ada gangguan berulang dalam pengendalian diri menyebabkan tekanan ekstrem, perselisihan keluarga, kekacauan karena penimbunan barang secara patologis dan menurunkan fungsi area penting, kata Muller.
Seperti yang juga pernah terjadi di China pada 2017 silam, seorang gadis berusia 26 tahun bernama Chang Yanan yang mengalami tekanan psikologis akibat 'ketagihan belanja di online shop'.
Ia memilih mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai 13 asramanya karena menyesal dan malu menghadapi keluarganya karena ia telah membohongi mereka selama ini.
Dalam 1 tahun ini ia tak membayar uang pendidikan sebagaimana mestinya dan menggunakan uang tersebut untuk belanja online. Dilaporkan dari wantchinatimes bahwa dia menghabiskan sebanyak 30.000 yuan yang setara dengan Rp 48 jutaan.
Kesemua uang itu ia habiskan rata-rata untuk membeli produk perawatan kulit. Chang menghabiskan uang sebanyak itu dalam jangka waktu dua tahun terakhir.
Meski mungkin hanya beberapa orang saja yang efeknya terekspos ke publik akibat dari kecanduan belanja online, masih banyak pula orang yang terjerat dengan berbagai masalah karena kecanduan belanja.
Sebab hal itu juga seiring banyaknya orang yang gemar berbelanja online, termasuk di negara China ini.
Berdasarkan dari We Are Social Januari 2022 dalam Digital 2022 Global Overview Report, China berada di urutan kelima dengan persentase 64,4 persen sebagai negara yang warganya paling sering belanja online.
Data tersebut diambil dari pengguna internet dengan rentang usia 16-64 tahun yang membeli sesuatu secara online setiap pekannya.
Oleh sebab jangan sampai kita kecanduan belanja online, sebab jika dibiarkan dapat mengakibatkan hal yang tak diinginkan, baik bagi diri sendiri atau orang terdekat.
Guna menghindari hal tersebut, berikut ini kiat-kiat belanja hemat yang bisa diterapkan.
1. Pastikan membeli kebutuhan, bukan keinginan
Sebelum berbelanja, Anda harus memastikan bahwa barang yang dibeli merupakan kebutuhan, bukan keinginan. Rencana belanja ini sebaiknya dibuat jauh-jauh hari. Sebab, tak jarang orang membeli suatu barang lantaran kepincut harga “coret” atau diskon, serta iklan yang ada di sosial media.
2. Pastikan keputusan membeli bukan karena fear of missing out (FOMO)
Jangan sampai keputusan Anda membeli suatu barang lantaran FOMO atau takut ketinggalan tren. Apalagi, demi status sosial. Pasalnya, tak sedikit orang yang terjebak dalam pola konsumsi seperti itu. Mereka membeli ponsel pintar keluaran terbaru hanya karena gengsi. Padahal, perangkat lama masih berfungsi dengan baik.
Kemudian, ada pula yang membeli pakaian dari merek ternama hanya karena idolanya memakai barang serupa. Membeli barang hanya karena FOMO semakin membahayakan kondisi keuangan ketika pembeliannya dilakukan secara kredit.
Meski sah-sah saja selama masih dalam batas kemampuan bayar, tetap saja utang konsumtif bisa mendatangkan masalah finansial di kemudian hari. Terlebih, jika Anda tidak pintar-pintar mengontrolnya.
3. Pakai cicilan hanya untuk barang produktif
Sebelum membahas lebih jauh, Anda patut mengetahui perbedaan utang produktif dan konsumtif. Perbedaanya bukan terpaku pada barang yang dibeli, melainkan tujuan utang.
Coba renungkan, apa tujuan berutang? Apakah barang impian tersebut nantinya bisa menambah kualitas hidup atau sekadar ingin punya?
Contohnya, jika Anda mengajukan kredit online yang memiliki bunga ringan untuk membeli laptop kerja, utang dari pembelian ini bersifat produktif. Pasalnya, perangkat tersebut berguna untuk mengakomodasi pekerjaan sehari-hari dan mendatangkan uang.
Lain cerita, bila mencicil laptop sekadar ingin ganti baru atau ingin mendapatkan pengalaman entertainment yang berbeda, utangnya menjadi konsumtif. Sebab, perangkat lama masih bisa digunakan untuk kebutuhan tersebut.
Selain memastikan cicilan hanya untuk barang produktif, Anda juga perlu bijak dalam memilih layanan kredit. Pastikan Anda memilih financial technology (fintech) kredit online yang memberikan bunga ringan.
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR