Sekitar tahun 1965, beliau mencoba menggunakan jenis daging lain dalam racikan bumbunya, yaitu daging domba.
Menurut beliau bahwa racikan bumbunya yang dimasak dengan menggunakan daging domba lebih enak jika dibandingkan dengan menggunakan jenis daging yang lain.
Mengkaji dari data sejarah tersebut di atas, antara Wanayasa dan Plered terdapat sebuah sinergi yang mencuatkan nama Maranggi sebuah sebuah kuliner yang kemudian mengemuka dan menjadi ikon Kabupaten Purwakarta.
Memang dalam melihat angka tahun, Wanayasa memang lebih muda dibandingkan dengan Plered.
Namun dilihat dari jenis daging yang digunakan membuat kedua daerah tersebut dapat dikatakan sebagai awal mula adanya Sate Maranggi di Kabupaten Purwakarta.
Wanayasa merupakan “pencipta” dari Sate Maranggi dengan menggunakan bahan dasar daging domba, sedangkan Plered merupakan “pencipta” Sate Maranggi” dengan menggunakan bahan dasar daging sapi dan kerbau.
Melansir dari National Geographic, tak banyak yang tahu bahwa sate Maranggi memiliki sejarah panjang yang menarik untuk disimak.
Ia memiliki akulturasi dari unsur budaya, agama, serta geopolitik.
Menurut Chef Haryo Pramoe, Sate Maranggi sebenarnya berasal dari para pendatang dataran Tiongkok yang menetap ke Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat atau para pendatang yang hidup di tengah-tengah masyarakat Sunda.
Oleh karena itu, lanjutnya, awalnya Sate Maranggi sebenarnya bukan terbuat dari daging sapi atau kambing seperti sekarang ini, melainkan dibuat dari daging babi.
Salah satu indikasi Sate Maranggi berasal dari Tiongkok karena bumbu rempah yang digunakan sama persis dengan dendeng babi dan dendeng ayam yang dijual di Hongkong, Tiongkok, dan Taiwan.
Kemudian Sate Maranggi pun bertransformasi.
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR