SajianSedap.com - Empal gentong merupakan salah satu makanan khas Cirebon yang sekilas mirip dengan gulai.
Hidangan ini terdiri dari daging dan jeroan sapi dimasak dengan kuah santan bumbu kuning.
Cara masaknya dengan menggunakan gentong yang dipanaskan langsung di atas kayu bakar.
Selama proses pemasakaan, baunya yang harum akan menguar, membuat perut lapar dan merangsang selera makan.
Dan bagi orang-orang yang berlibur ke Cirebon, tentu tak pernah melewatkan hidangan khas ini.
Bahkan karena rasanya yang khas, empal gentong sampai dijadikan varian rasa dari salah satu brand mi instan Indonesia.
Sayangnya varian rasa empal gentong ini ternyata hanya dijual di wilayah Cirebon sebagai daerah asalnya, dan jika ingin dapat membelinya secara online.
Tapi tahukah Anda bahwa ada fakta menarik lain dari hidangan berkuah ini?
Salah satunya ternyata empal gentong dulunya terbuat dari daging kerbau bukan daging sapi.
Mengapa begitu? Simak selengkapnya berikut ini.
Dilansir dari Kompas dan Pergi Kuliner, berikut ini beberapa fakta menarik tentang hidangan empal Gentong.
Menurut sejarawan kuliner Fadly Rahman, empal gentong keberadaannya bisa dirunut jauh hingga sekitar abad ke-15 Masehi.
Keberadaan sajian ini berasal dari cerita rakyat atau tradisi lisan yang ada di Cirebon.
Walau begitu, hingga kini belum ada tradisi lisan yang menyebutkan dari Cirebon bagian mana empal gentong berasal.
Fadly percaya jika penyebaran makanan ini terjadi di wilayah yang menjadi titik penyiaran Islam yang dilakukan Sunan Gunung Djati.
“Biasanya kalau dalam tradisi penyiaran Islam dan agama itu yang digunakan medianya adalah makanan salah satunya,” ungkap Fadly.
Itulah mengapa dahulu empal gentong biasa dibuat menggunakan daging kerbau, bukan daging sapi seperti sekarang.
“Karena daging sapi ini bagi masyarakat Cirebon yang masih beragama Hindu itu dianggap daging yang sakral. Sehingga di abad ke-15 itu yang digunakan adalah daging kerbau yang masih mungkin untuk dikonsumsi,” terang Fadly.
Menurut Fadly, empal gentong dipercaya merupakan hibridasi atau pertemuan berbagai budaya.
Seperti dipengaruhi budaya Arab, Jawa, lokal, India, hingga Cina yang bersatu padu membentuk empal gentong yang kita kenal sekarang.
Hal itu bisa terlihat dari kuah empal gentong yang mirip seperti gulai. Gulai merupakan perpaduan antara pengaruh budaya Arab dengan India.
Kemudian bumbu-bumbu yang dipakai dalam empal gentong didapatkan dari perpaduan antara pengaruh budaya Cina dan budaya orang lokal Cirebon saat itu.
“Penggunaan jeroan yang dipakai di empal gentong itu sangat mungkin mendapat sentuhan juga dari kuliner Tionghoa. Karena dari kuliner Tionghoa itu ada penggunaan bahan babat atau jeroan dalam sup,” papar Fadly.
Apalagi Cirebon pada abad ke-15 terkenal sebagai kawasan persilangan berbagai bangsa dan budaya.
Sebagai daerah pesisir, Cirebon kerap disinggahi para pedagang dan pendatang dari berbagai bangsa.
Banyak juga yang memilih menetap di sana, dan menyebarkan budaya mereka.
Empal gentong biasanya disajikan dengan beragam menu pendamping yang dapat melengkapi rasanya yang khas.
Salah satu pendamping utama untuk hidangan ini adalah nasi putih, yang bisa membantu menyeimbangkan rasa kaya dan beragam dari kuah empal gentong.
Selain nasi, menu pendamping lain yang sering disajikan bersama empal gentong termasuk lalapan seperti daun singkong, tomat, dan mentimun yang segar.
Kadang-kadang, hidangan ini juga disajikan dengan sambal terasi atau sambal kacang sebagai tambahan yang memberikan rasa pedas dan gurih yang lezat.
Uniknya selain nasi, kuliner berkuah ini juga bisa dijadikan dengan lontong atau ketupat.
Empal gentong adalah hidangan khas yang memiliki nilai historis dan budaya.
Oleh karena itu, menyajikan empal gentong dalam pesta pernikahan adalah cara untuk mempertahankan tradisi lokal dan merayakan warisan kuliner daerah tersebut.
Baca Juga: Dinobatkan Jadi Sup Terenak di Dunia, Ini Fakta Menarik dan Sejarah Rawon
Source | : | Kompas,Pergi Kuliner |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR