Benar saja naluri wanita ini, es batu yang dibawanya telah habis sebelum festival dibuka.
Orang-orang yang datang sejak siang telah memborong dagangannya, sejumlah rupiah pun ia simpan.
"Alhamdulillah, anak-anak bisa makan kenyang nanti," kenang Enteng.
Menjelang sore, persediaan es batu menipis, sebelum habis ia harus bergegas mencari lagi. Ia titipkan lapak jualannya kepada anak tertuanya, Mawar (14).
Gadis yang tengah beranjak dewasa ini pun diminta menggendong Nur Adiba (bayi 8 bulan) dan mengawasi adiknya, Riski (4).
Enteng pun melangkah mencari es batu lewat jalan cumi-cumi. Belum lama melangkah bumi yang dipijaknya tiba-tiba bergoyang hebat.
Ia pun bingung tak tidak tahu harus berbuat apa. Pikiran Enteng kacau. Ia hanya mengingat waktu itu air bah datang menerjang dirinya.
Baca Juga : Demi Tahan Lapar, Potret Prajurit TNI di Palu yang Makan Mi Instan Tanpa Diseduh Jadi Sorotan
Ia teraduk-aduk dengan beton penggalan anjungan Pantai Talise yang terlepas, kayu dan benda-benda lainnya.
"Saya berusaha menyelamat diri tapi tidak bisa, saya terasa diaduk-aduk dengan beton keras," katanya sedih.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR