Suami Ditangkap KPK, Istri Kepala Lapas Sukamiskin Menangis Ceritakan Dirinya Kini Banting Tulang Jualan Nasi Bungkus
Sajiansedap.com - Sudah jatuh tertimpa tangga, beginilah keadaan keluarga mantan Kepala Lapas Sukamiskin setelah sang suami terjerat kasus gratifikasi fasilitas non standar di Lapas.
Dian A (49), istri mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen kini harus banting tulang berjualan nasi uduk untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebab, rekening Wahid Husen ternyata masih diblokir penyidik KPK.
Baca Juga: [KITCHENESIA.COM] At Kopi Goh Leng Cafe, Traditional Coffee Makes A Comeback and Gets Fancy
Rekening tersebut berisi keuangan keluarga.
Karena tak bisa mengakses uang di rekening tersebut, Dian dan anak-anaknya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Akhirnya, Dian mulai berjualan nasi uduk.
Sambil menahan tangis, Dian mengatakan berjualan nasi uduk dan menjajakannya ke saudaranya.
Kegiatan memasaknya dimulai pada dini hari.
Ia juga menerima pesanan menjahit.
"Sekarang saya kegiatan jualan nasi uduk Jakarta, kadang jual yoghurt, mengerjakan orderan menjahit.
Jualan nasi sehari 50 bungkus, dijual Rp 20 ribu ke kerabat-kerabat, saudara di kantor-kantor teman begitu. Dijualnya ada yang antar pakai motor. Sejak jam 03.00 pagi saya sudah masak," kata Dian saat ditemui di kediamannya, Jumat (18/10/2019).
Sampai saat ini rekening milik Wahid Husen itu masih diblokir penyidik KPK.
Padahal dalam putusan, hakim memerintahkan KPK untuk mengembalikan bukti milik Wahid Husen.
"Untuk bukti-bukti memang sudah dikembalikan lagi. Yang disita itu kan ada dua kartu ATM dan asuransi.
Tapi saat saya cek mesin ATM, rekeningnya masih diblokir, jadi enggak bisa ambil uang. Padahal di rekening itu murni uang selama bapak bekerja, uang gaji," ucap Dian.
Karena membutuhkan biaya, Dian mencairkan asuransi anak-anaknya yang sudah dibayar sejak 2014.
Asuransi tersebut tidak bisa dibayar Dian setelah Wahid Husen ditangkap KPK.
Namun, pencairan itu justru masuk ke rekening ATM yang masih diblokir sehingga Dian dan keluarga tetap tak bisa menggunakan uang tersebut.
"Yang disita itu kan ada dua kartu ATM dan asuransi anak-anak sejak 2004. Saat bapak masih di KPK, kami sudah enggak ada uang, asuransi enggak sanggup bayar lalu kami cairkan. Uangnya ditransfer ke rekening yang disita, saat saya cek ke ATM, enggak bisa diambil karena masih diblokir," ujar Dian.
Selain Dian, anak laki-laki Wahid Husen yang masih duduk di bangku SMA juga berusaha mencari uang.
Ia menjadi barista dan berjualan kopi.
"Jualan kopi, dijualnya ke teman-teman, kerabat saudara. Dititip di saudaranya juga untuk dijual," ujar anak laki-laki berusia sekitar 18 tahun itu.
Dian tidak mengerti alasan rekening suaminya masih diblokir padahal hakim telah memutuskan.
Ia dan sang suami sudah mengirimkan surat ke KPK agar rekening kembali bisa digunakan.
"Sudah mengajukan surat tapi belum dibalas. Saya tanya-tanya, katanya rekening belum bisa diblokir selama denda yang Rp 400 juta belum dibayar," ujar Dian.
Anak perempuannya, berkerudung, juga enggan disebutkan identitasnya menimpali.
"Mau bayar denda gimana, denda malah lebih besar daripada isi rekeningnya," kata dia.
Wahid Husen divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta pada April 2019.
Namun, KPK kembali menetapkan Wahid Husen sebagai tersangka gratifikasi.
"Kami syok, kaget. Ini ada apalagi. Saya berharap penetapan tersangka kasus baru dipertimbangkan lagi," kata Dian.
Dijerat Kasus Lain
Wahid Husen sudah divonis bersalah, melakukan tindak pidana gratifikasi dari Fahmi Darmawansyah yang juga divonis bersalah. Wahid dipidana penjara 8 tahun dan Fahmi 5 tahun penjara.
Penasehat hukum Wahid Husen, Firma Uli Silalahi saat dihubungi via ponselnya, Kamis (17/10/2019) mengaku tak paham dengan langkah KPK kembali menjerat Wahid Husen.
"Makanya saya kurang paham, kasus yang mana lagi yang disangkakan ke dia. Padahal kemarin pidananya sudah diputuskan, soal gratifikasi, soal dapat hadiah mobil," ujar Firma.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyebutkan Wahid Husen diduga menerima gratifikasi mobil. Salah satunya dari Tb Chaeri Wardana alias Wawan, terpidana alkes yang sudah divonis bersalah. Wawan pun kembali dijerat dalam kasus gratifikasi fasilitas lapas.
Wawan juga jadi saksi di persidangan kasus Wahid Husen. Saat itu, terungkap di persidangan, Wawan memberi uang Rp 75 juta.
"Katanya ada mobil. Sebetulnya harus disatuin, tapi enggak tahu lah. Saya belum bisa kasih komentar banyak sebelum saya lihat pasal-pasal yang disangkakan," ujar Firma Uli.
Apalagi, kata dia, pihaknya belum menerima berkas lengkap dari KPK ihwal penetapan tersangka Wahid Husen.
"Belum ada dari KPK, nanti ada setelah Wahid Husen dipanggil sebagai tersangka dan kita sebagai kuasa hukumnya, itu baru kita bisa tahu secara rinci, apa yang disangkakan ke dia. Saya tunggu dari keluarga saja dulu," kata dia.
Ketika Keluarga Mendengar Vonis Hakim
Keluarga mantan Kalapas Sukamiskin Wahid Husen, yang waktu itu masih terdakwa kasus penerimaan hadiah dari warga binaan Lapas berisak tangis air mata usai majelis hakim membacakan vonis.
Wahid Husen divonis pidana penjara selama 8 tahun, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Senin (8/4/2019).
Menurut pantauan Tribun Jabar, terdengar sejumlah keluarga Wahid yang semuanya perempuan berkerudung, mengusap air mata.
Saat meninggalkan ruang sidang, Wahid diberondong pertanyaan sejumlah wartawan.
"No comment dulu, saya pusing, saya pusing," ujar Wahid Husen.
Di luar ruang sidang VI, tampak keluarga Wahid langsung menyambut dan memeluk ASN Kemenkum HAM itu.
"Ada yang puas dengan keputusan ini," ujar Wahid pada keluarganya.
Seorang perempuan di antaranya, menjawab kekesalan Wahid atas vonis 8 tahun.
"Sabar, ada Allah..ada Allah. Akan ada rezeki yang besar di balik semua keputusan ini," ujar salah seorang anggota keluarga Wahid.
Tampak Wahid memeluk satu persatu anggota keluarganya yang terdiri dari istri, anak, dan orang tuanya.
Penasehat hukum Wahid Husen menilai pidana untuk untuk Wahid terlalu berat karena pembiaran fasilitas istimewa kepada warga binaan sudah terjadi jauh sebelumnya.
Baca Juga: Resep Kering Campur Tempe Tahu Enak Bikin Makan Jadi Lebih Meriah
"Semua itu, kan, sudah lama terjadi di Lapas Sukamiskin. Terus keberadaan saung di Lapas Sukamiskin, kan, memang diperlukan. Kenapa semua kesalahan ditanggung oleh klien saya, Pak Wahid. Vonis ini tidak berkeadilan," kata penasehat hukum Wahid Husen, Firma Uli Silalahi.
Ketua Majelis Hakim, Daryanto sebelum membacakan amar putusan mengatakan bahwa tidak semua pihak menganggap putusan hakim sebagai putusan adil.
"Majelis hakim menyadari sebagai makhluk lemah di hadapan Allah, tidaklah mudah memberikan putusan seadil-adilnya, baik adil menurut hukum, terdakwa, penasehat hukum, adil menurut jaksa maupun adil menurut masyarakat. Hanya Allah lah yang bisa berbuat adil," ujar Daryanto.