SajianSedap.com - Sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia, kehalalan sebuah produk sangat penting.
Pasalnya hal ini berkaitan dengan syariat atau aturan dalam agama.
Tidak heran jika penambahan label halal dari pihak terkait sangat penting.
Jadi meski bahan ataupun produk dijamin tidak menggunakan bahan yang non halal, namun label halal ini bisa membuat kepercayaan masyarakat meningkat.
Meski demikian, sebagian masyarakat masih belum paham bagaimana cara mendapatkan dan mendaftarkan sertifikat halal ini.
Jadi belum banyak yang tertarik untuk mendaftarkan berbagai produknya untuk mendapatkan sertifikat halal.
Padahal untuk mendapatkan sertifikat halal ini tidak sulit loh.
Jadi Anda tidak perlu bingung lagi.
Lantas bagaimana caranya?
Mengutip Kompas.com, (23/11/2019), salah satu BPJPH di Indonesia yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam laman resmi MUI disebutkan bahwa bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI harus memenuhi beberapa kriteria.
Baca Juga: Tips Membekukan Ayam Mentah di Freezer agar Awet, 1 Tahun Bisa Gak Busuk Kalau Pakai Bahan Ini
Berikut rinciannya:
1. Kebijakan Halal Manajemen
Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan menyosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.
3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.
Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.
4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis.
Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.
5. Produk
Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.
Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.
6. Fasilitas Produksi
Beberapa fasilitas produksi, baik industri pengolahan, restoran/katering/dapur maupun rumah potong hewan harus menjamin tidak adanya kontaminasi dengan bahan atau produk haram dan najis.
7. Prosedur
Tertulis Aktivitas Kritis Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk.
8. Kemampuan
Telusur (Traceability) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria.
Kriteria itu adalah disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.
10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH.
Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen.
Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.
11. Kaji Ulang Manajemen Manajemen
Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.
Lalu bagaimana caranya?a
Cara mendapatkan sertifikasi halal Ada sejumlah langkah yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mendapat sertifikat halal.
Memahami Persyaratan Sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH.
Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.
Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data) melalui laman www.e-lppommui.org.
Melakukan monitoring pre-audit dan pembayaran akad sertifikasi.
Pelaksanaan audit. Melakukan monitoring pasca audit.
Memperoleh Sertifikasi Halal.
Perlu diperhatikan, sertifikat halal yang diperoleh berlaku selama 2 (dua) tahun.
Untuk biayanya, dilansir dari Kompas.com, (28/6/2021), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur biaya sertifikasi produk halal di Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) sekitar Rp 300.000 sampai Rp 5 juta.
Biaya tersebut di antaranya adalah untuk sertifikasi halal proses reguler, perpanjangan sertifikat halal, penambahan varian atau jenis produk, serta registrasi sertifikat halal luar negeri.
Namun demikian, biaya sertifikasi halal tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal.
Untuk pelaku usaha besar atau pelaku usaha luar negeri, biaya sertifikasi halal bisa dikenakan 150 persen lebih tinggi dari tarif batas layanan.
Sementara untuk pelaku usaha mikro dan kecil, atau UMK, tarif layanan pernyataan halal, tarif layanan perpanjangan sertifikat halal, dan tarif layanan penambahan varian atau jenis produk dikenai tarif Rp 0 atau digratiskan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Biaya, Syarat, dan Cara Mendaftarkan Sertifikat Halal
Baca Juga: Malu Kalau Jempol Kaki Bau, Coba Rendam dengan 2 Bahan Ini, Efeknya Bisa Bikin Melongo