Dikutip dari situs resmi Pemkab Lombok Barat, www.lombokbaratkab.go.id, awal mulanya Sate Bulayak dibuat oleh masyarakat di Kecamatan Narmada, Lombok Barat.
Menurut sebagian warga setempat, Sate Bulayak sudah ada sejak zaman dahulu.
Konon, makanan khas ini tidak hanya berupa Sate Bulayak saja, tetapi lengkap dengan saur (parutan kelapa), kacang kedelai dan urap jambah.
Menu inilah yang dihidangkan dalam sebuah wadah dulang, ditutupi tebolaq yang dihiasi kaca cermin dan keke (kerang).
Filosofi kaca cermin dan kerang yang dituangkan dalam tutup tebolaq ini menggambarkan sebuah peringatan kepada penyantapnya.
Kaca cermin sebagai simbol orang yang menyantap makanan tersebut senantiasa bercermin agar jangan menikmati makanan terlalu kenyang.
Karena jika terlalu banyak makan, akibatnya jadi penyakit.
Diharapkan bersyukur, karena makanan yang disantap itu datangnya dari sang Khalik. Orang perlu tenaga, maka butuh makan. Dengan tenaga pula orang bisa mampu dan layak untuk beribadah.
Sedangkan filosofi kerang (keke) adalah simbol kematian.
Kerang memberi makna peringatan kepada kita, agar ingat terhadap kematian.
Cermin dan kerang ini memberi peringatan, jangan terlalu banya makan, apalagi sampai sakit. Akibatnya kematian yang datang menjemput.
Baca Juga: Mengenal Nasi Tepeng, Makanan Khas Bali yang Tak Kalah Nikmat dari Nasi Campur
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR