SajianSedap.com - Ada beragam makanan Imlek yang sering jadi santapan di meja makan.
Bahkan terkadang saking banyaknya, ada yang sering terlewatkan.
Banyak yang mengira kalau setiap makanan khas Imlek berasal dari China.
Memang betul, tapi ada beberapa makanan khas Tinghoa yang juga terinspirasi dari makanan dari Negara lain, seperti Jepang.
Salah satunya makanan yang kerap jadi santapan anak muda zaman sekarang ini.
Gyoza yang dikenal secara umum diolah dengan cara dipanggang, tetapi ada pula yang dikukus.
Namun, bukan tak mungkin gyoza Jepang merupakan adaptasi dari khazanah kuliner China.
Dalam aspek sejarah, kedua negara memang telah berhubungan lama, mulai dari hubungan dagang hingga upaya penjajahan dari Jepang.
Dalam soal makanan, hubungan ini telah menularkan hidangan “lamian” dari China menjadi ramen di Jepang.
Kembali soal gyoza, China juga memiliki kudapan serupa yang dijuluki “jiaozi”.
Istilah ini merujuk pada jenis kudapan berbahan daging cincang yang digumpalkan dengan bungkus kulit berbahan tepung terigu.
Di Indonesia, suikiaw mungkin menjadi jenis jiaozi yang paling populer.
Padahal, ada satu lagi jenis jiaozi yang tak kalah nikmat, yakni kuo tieh.
Sama-sama dipanggang, kuo tieh dan gyoza bisa dibilang sangat mirip.
Hal ini dibenarkan oleh Kiki (53), pemilik rumah makan Kuo Tieh Shandong 68 di bilangan Pancoran Jakarta Barat.
“Kalau orang Jepang suka bilangnya gyoza,” katanya kepada KompasTravel Kamis (31/1/2019).
Kulit kuo tieh dibuat menggunakan tepung terigu.
Berdasarkan pantauan KompasTravel, adonan kulit digiling berulang kali hingga pipih dan lebar. Lalu, adonan daging cincang yang telah dibubuhi beberapa jenis sayur dibungkus menggunakan kulit tersebut.
Di Kuo Tieh Shandong 68, daging yang digunakan merupakan daging babi.
Sedangkan sayurannya terdiri dari rajangan sawi putih dan daun bawang.
Di tempat lain, kuo tieh ada yang dimodifikasi menggunakan daging yang halal, serta menggunakan kucai.
Setelahnya, adonan kuo tieh akan diletakkan dalam sejenis wajan baja berdiameter kira-kira 50 cm yang telah terlapisi minyak.
Baca Juga: Sama-sama Jadi Hampers Imlek, Ini Bedanya Lapis Legit dan Lapis Surabaya
Wajan ini sanggup menampung setidaknya 50 buah adonan kuo tieh sekaligus.
“Kalau di Jepang, diolah pakai sejenis frying pan dan pakai api kecil. Di sini pakai api besar. Kalau kami pakai frying pan mungkin frying pan-nya yang kalah sama api,” tambahnya.
Kiki berujar, penggunaan wajan khusus dari baja bertujuan agar kuo tieh bisa dipanggang dengan api besar, sehingga menciptakan aroma tersendiri dan kuotieh matang merata.
Saking panasnya, wajan ini tidak boleh dipegang dengan tangan telanjang selang 30 menit usai dipanggang.
Tak lama setelah api dinyalakan, deretan kuo tieh bakal disiram air.
Kiki mengklaim, takaran centong air yang digunakan telah ia ukur sepresisi mungkin.
Sebab, jika berlebih, kulit kuo tieh akan hancur.
Sehabis itu, wajan akan ditutup guna mengisolasi panas di dalam wajan.
Kurang lebih 10 menit berselang, kuo tieh siap disajikan.
Kuo tieh akan berwarna kecoklatan, terutama pada bagian dasarnya yang sedikit hangus akibat langsung mengenai wajan saat dipanggang.
Di meja makan, ada beberapa bumbu pelengkap yang terhidang, mulai dari saus bawang putih yang aromanya semerbak, minyak wijen, cuka hitam, dan kecap asin.
Baca Juga: Hati-hati Jangan Sampai Memecahkan Alat Makan Saat Perayaan Tahun Baru Imlek, Ini Akibatnya
Tak ketinggalan, terdapat semangkuk sambal yang relatif cair, namun bercita rasa khas.
Kiki mengaku, semuanya disesuaikan dengan resep autentik Shandong, China,
“Sambalnya kami racik sendiri. Ada banyak rempah-rempah, misalnya cengkih.”
Aroma cengkih memang tipis-tipis terasa ketika kuo tieh telah tercocol sambal.
Biasanya, pelanggan membubuhi beberapa jenis saus tadi di piring, kemudian mengaduknya rata sebelum dicocol kuo tieh.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Kuo Tieh, Gyoza Tradisional China yang Menggugah Selera"
Manfaat dan Penggunaan Tawas, Benarkah Bahan Kimia Ini Ampuh untuk Mengusir Bau Badan?
KOMENTAR