SajianSedap.com - Jika Anda tengah berkunjung ke Banten, jangan lupa untuk mencicipi salah satu kuliner khasnya yang bernama Rabeg.
Kuliner ini cukup populer di daerah sekitaran Serang seperti Kaujon, Kaloran, Sukalila dan beberapa daerah lainnya.
Rabeg adalah kuliner berbahan daging kambing dengan cita rasa Timur Tengah dengan rasa gurih, manis, dan sedikit pedas.
Namun hidangan ini tidak hanya menjadi kelezatan yang memanjakan lidah, tetapi juga merangkum kekayaan tradisi.
Seperti apa filosofi dari gabus pucung?
Simak berikut ini selengkapnya yang telah kami rangkum dari berbagai sumber.
Fakta Gabus Pucung Khas Betawi
Berikut ini sederet fakta menarik dari gabung pucung dari Betawi yang harus Anda ketahui.
1. Sejarah Rabeg
Rabeg bukanlah kuliner biasa, karena terkait dengan kisah Sultan Maulana Hasanuddin, raja dari Kesultanan Banten yang memerintah antara 1552 hingga 1570.
Dilansir dari laman indonesia.go.id, munculnya Rabeg bermula dari perjalanan Sultan Maulana Hasanuddin untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Setelah pelayaran yang panjang dari Banten, Sultan Maulana Hasanuddin tiba di pelabuhan Kota Rabigh yang terletak di tepi Laut Merah.
Sultan Maulana Hasanuddin sempat berkeliling menghabiskan waktu di kota tersebut dan mencicipi salah satu masakan berbahan olahan daging kambing.
Baca Juga: Fakta Sate Blengong, Kuliner Khas Brebes yang Tidak Dapat Ditemukan di Daerah Manapun!
Sekembalinya dari tanah suci, ternyata beliau tidak bisa melupakan kenangan di Kota Rabigh termasuk dengan kulinernya.
Ia kemudian meminta juru masak istana untuk membuat masakan dengan rasa yang mirip dengan apa yang ia cicipi di Kota Rabigh.
Meski tak sama persis, namun Sultan Maulana Hasanuddin cukup menyukai makanan yang dibuat sang juru masak.
Sejak itu masakan ala Rabigh ini menjadi hidangan wajib di Istana Kesultanan Banten dan menjadi salah satu hidangan favorit sultan.
Resep masakan ini kemudian tersebar ke seluruh Banten, dan menjadi makanan yang juga disukai masyarakat.
Nama makanan ini mulanya disebut Rabigh, namun lambat laun pengucapannya pun berubah menjadi Rabeg.
Rabeg menjadi populer bukan karena rasanya yang lezat, namun juga karena nilai histori yang ada di baliknya.
Tak heran jika kemudian persebaran kuliner ini mengikuti wilayah yang dulu pernah dikuasai oleh Kesultanan Banten.
Rabeg mulanya hanya disajikan dalam acara khusus, seperti pernikahan, selametan, dan acara-acara besar Islam.
Makanan ini pun kian populer di Banten dari hari ke hari. Satu per satu penjualnya mulai bermunculan dan membuat rabeg terkenal di Banten.
2. Mirip semur
Rabeg hingga kini terus dikenal sebagai olahan daging kambing khas Banten. Bentuknya mirip dengan semur, tetapi lebih ringan.
Baca Juga: Sejarah Cendol dan Dawet Serta Perbedaan Keduanya yang Sering Dikira Sama
Potongan daging kambing dimasak bersama rempah dan kecap.
Kuahnya berwarna coklat pekat dan terasa manis gurih. Rabeg tak disajikan sendirian, melainkan dihidangkan bersama nasi dan lauk. Mirip dengan ramesan.
"Nasi, rabeg, dikasih emping dan acar. Ada tambahan sambal buroq atau sambal kulit melinjo," kata Au saat ditemui Kompas.com di Festival Kuliner Serpong (FKS) 2023, Jumat (25/8/2023).
3. Rabeg di tiga kota
Rabeg dikenal luas di Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Setiap daerah memilii rabeg dengan ciri khasnya.
"Kalau di Ciruas atau Kabupaten Serang, terkenal dengan rabeg daging sapi. Kalau di Serang terkenal dengan rabeg kambing," ujar Au.
Au mempertahankan rabeg jualannya menggunakan daging kambing, tetapi tetap menyediakan pilihan rabeg sapi dengan jumlah sedikit.
Sementara itu, rabeg dari Kota Cilegon menggunakan daging sapi dan memiliki warna daging merah karena ada campuran cabai merah.
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Mengenal Rabeg, Kuliner Khas Banten Sejak Zaman Sultan Hasanuddin
Baca Juga: Fakta Unik Nasi Becek Khas Nganjuk yang Jarang Orang Tahu, Sering Dikira Soto Daging