Proses pembuatan kerupuk cukup sederhana dan prosesnya serupa. Yakni
dengan mengukus buah atau sayuran yang akan dicampur ke dalam adonan.
Setelah dikukus hingga empuk, lalu digiling hingga betul-betul hancur.
Alat penggilingnya mirip dengan mesin penggiling daging. Setelah itu, semua bahan dicampur dan diaduk hingga rata. Setelah dianggap cukup tercampur, adonan lalu dibentuk sekepal tangan dan ditekan menggunakan 2 buah kayu yang ditekan hingga pipih berbentuk lembaran.
Lembaran adonan ini lantas dijemur selama kurang lebih 3 jam hingga setengah kering. Lalu diguntingi berbentuk persegi, kemudian dijemur kembali hingga betul-betul kering. Tekstur kerupuk yang baik setelah dijemur kedua kalinya adalah mudah patah atau bisa dipatahkan. “Jika belum bisa patah, maka
penjemuran belum sempurna,” terang Eva.
Untuk proses pengeringan, Eva betul-betul hanya mengandalkan sinar surya. Maka jika musim panas tiba, Eva membuat kerupuk sebanyak-banyak untuk disimpan sebagai cadangan sebelum musim hujan tiba. Dengan proses pengeringan sempurna, kerupuk ini tak perlu dijemur kembali sebelum digoreng.
Hasilnya cantik dan mekar sempurna. Eva menmbandrol harganya Rp 40 ribu per
kilogram dalam kondisi mentah. Kalau dalam kondisi matang, harganya naik jadi
Rp 50 ribu per kilogram.
Beda bahan, beda komposisi Untuk membuat berbagai jenis kerupuk bukan perkara mudah. Tekstur bahan yang berbeda-beda juga berpengaruh pada komposisi bahan adonan lainnya.
Misalnya untuk membuat kerupuk tomat harus menggunakan tepung tapioka
dengan perbandingan yang lebih banyak. Pasalnya, tomat termasuk buah yang
memiliki kadar air tinggi.
Sedangkan kerupuk kulit singkong yang teksturnya lebih
kering dan tidak banyak mengandung air menggunakan lebih sedikit tepung
tapioka. “Yang pasti, kandungan buah dan sayur tidak boleh lebih banyak
dari tepungnya. Soalnya nanti tak akan berkembang sempurna saat digoreng
alias bantat,” ujar Eva.
Eva memproduksi kerupuk ini di kawasan Soreang. Setiap hari, proses produksi dimulai dini hari pukul 04.00 dan berakhir pada pukul 15.00 WIB.
Pekerja utama yang terlibat berjumlah 3 orang. Namun saat ramai seperti liburan
atau hari raya, Eva bisa menggunakan pekerja tambahan hingga 10 orang.
Jualan di Kap Mobil
Butuh perjuangan dan kerja keras untuk memperkenalkan dan menjajakannya pada masyarakat. “Saya bahkan pernah berjualan di atas kap mobil, lo,” kisahnya.
Eva tak mau menggunakan cara konvensional seperti menitipkan dagangan di toko. Baginya, bertemu langsung dengan konsumen terasa lebih efektif.
KOMENTAR