SajianSedap.com - Siapa yang suka makan warteg?
Warung makan yang didirikan rata-rata oleh orang Tegal ini memang jadi alternatif jika sedang tidak memasak.
Bukan cuma makan di tempat, tapi juga terkadang kita bisa bungkus lauk dari warung makan ini.
Tak cuma satu bahkan ada puluhan lauk yang bisa dipilih sesuai selera Sase lovers.
Bahkan saat keluar kota saja, warteg yang jadi tujuan untuk makan sehari-hari.
Selain lauknya yang beragam, harga dari warteg sangat terjangkau.
Dibeberapa tempat saja, kita bisa makan kenyang hanya dengan uang Rp 10 ribu.
Banyak tersebar di seluruh kota di Indonesia, siapa sangka kalau tak ada warteg di kota ini.
Ternyata hal ini yang jadi alasannya.
Ada fakta menarik tentang warung tegal (warteg) yang bisa dibilang terkenal di Jakarta dan sekitarnya.
Ya, tenar di ibu kota, tetapi tak ada warteg di daerah asalnya yakni di Tegal.
Baca Juga: Peluang Usaha Tumis Kikil Sapi Ala Warteg Tak Sampai 50 Ribu!
Pemilik Warteg Kharisma Bahari, Sayudi mengatakan jika tak ada warteg di Tegal.
Di Tegal warteg dikenal dengan nama warung nasi.
“Di Tegal sendiri nggak ada tulisannya warteg, yah tulisannya hanya warung nasi saja, karena di Jakarta ini berbagai macam suku yah, jadi nama warteg ini yang membedakan dengan warung makan lainnya,” kata Sayudi ketika ditemui KompasTravel di Warteg Kharisma Bahari (WKB), Jalan Haji Batong Raya, Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Fadly Rahman, Sejarawan Makanan membenarkan jika di Tegal hanya warteg dikenal dengan warung nasi atau rumah makan.
“Di Tegal, mereka nggak buka Warteg karena orang Tegal pada waktu itu bermigrasi ke Jakarta dan buka warung, mayoritas yang berjualan orang Tegal makanya dikenal dengan Warteg. Kalau di Tegal sendiri lebih dikenal dengan nama warung nasi atau rumah makan,” kata Fadly
Sejarawan, JJ Rizal menjelaskan pada tahun 1950 saat pergantian ibu kota negara Indonesia dari Yogjakarta ke Jakarta menimbulkan orang Jawa Tengah banyak pergi ke Jakarta.
Lalu pada pemerintahan Soekarno ini, banyak pembangunan dilakukan untuk mengubah ibu kota kolonial menjadi kota nasional.
Pada saat itu pembangunan gencar dilakukan seperti di Kebayoran Baru, Monas, Jembatan Semanggi, Tugu Pembebasan Irian, akses pelebaran Jalan Thamrin dan lainnya.
Saat itu, para tukang ini membutuhkan makanan dengan cepat dan murah.
Hal itu menyebabkan banyak warung bermunculan dan mayoritas dari penjual ini adalah orang Tegal.
“Waktu itu warung-warung ini diisi oleh orang-orang Tegal, nah ini jadi warteg ini sebagai penanda karena yang berjualan orang tegal jadi sampai sekarang dikenal seperti itu,"
"Waktu itu juga banyak fenomena seperti ini, tukang cukur dari Garut makanya dikenal bahwa tukang cukur identik dengan Garut. Ini karena banyaknya suatu etnis yang melakukan pekerjaan tersebut,” jelas Rizal.
Menurutnya adanya warteg kini telah menjadi bisnis terbuka karena banyak dari pemilik warteg sendiri bukan lagi orang dari Tegal.
Ia juga mengatakan jika warteg kini menjadi mata rantai pertahanan nasional.
“Warteg ini jadi mata rantai pertahanan nasional, menjadi penyelamat perut ketika nanti terjadi krisis dan makanan mahal. Warteg akan tampil paling depan karena punya harga yang ramah di kantong, dan ini yang akan dicari. Orang-orang juga bisa memilih lauk sesuai dengan budget yang dimiliki,” jelasnya.
Selain itu ada beberapa fakta unik soal warteg yang jarang kita sadari.
Meski tidak semua warteg berpintu dua, namun rata-rata warteg memiliki dua pintu.
Jika secara fungsi, warteg dengan dua pintu digunakan untuk alur keluar-masuknya pelanggan.
Sedangkan jika secara filosofi, adanya dua pintu dianggap bisa mendatangkan banyak rezeki bagi pemiliknya.
Mungkin warteg menjadi warung makan yang diisi dengan beragam menu.
Tapi ada satu menu yang wajib hadir setiap hari, yakni sayur asem.
Tak ada penjelasan kenapa sayur ini wajib ada, besar kemungkinan peminatnya yang sangat banyak.
Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ternyata Tak Ada Warteg di Tegal..."
KOMENTAR