Kuahnya juga sangat istimewa karena menggunakan kaldu udang yang dipadukan bumbu, rempah yang membuat kuahnya lebih beraroma dan gurih. Kekhasan lainnya terdapat pada lentho atau kacang merahnya, yang sebagian ditumbuk halus dan sebagian lagi dibiarkan utuh, lalu digoreng garing. Lenthonya begitu gurih dengan bumbu yang kuat terasa. Tak heran jika banyak pembeli menambah lentho untuk dicocol bersama sambal petis.
Baca Juga: Spesial Saji-Sedap, Menikmati Eksotisme Pantai Bangka Sambil Berburu Masakan Seafood Khas Nan Segar
Menempati ruko yang luas dan nyaman, kedai ini mulai beroperasi mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WIB, setiap hari tanpa libur. Harga per porsi lontong balap Pak Gendut Rp 13 ribu, termasuk satu tusuk sate kerang isi 10.
Dalam sehari, kedai ini bisa menghabiskan tak kurang dari 50 kilogram taoge dan 40 buah lontong. Dan setiap harinya, Aris mampu menjual rata-rata 200 porsi dan mencapai 300 porsi di akhir pekan.
Lontong Balap Pak GendutJl. Prof. Dr. Moestopo 11, SurabayaTelp: 08155116202
2. Lontong Balap Rajawali
Lontong balap Rajawali tergolong legendaris. Kedai yang dirintis sejak 1956 ini mampu menjaga kualitas rasa dan bahan baku yang digunakan hingga generasi ketiganya. Miranto, pemilik lontong balap Rajawali menuturkan, tak ada yang berubah soal rasa karena masih menggunakan cara yang dilakukan pendahulunya. “Bumbunya masih kami ulek, wadahnya juga masih pakai tanah liat. Untuk memanaskan kuahnya, masih menggunakan serbuk kayu,” papar Miranto.
Komposisi lontong balap di sini berisi lontong, tahu, dan lentho dengan siraman taoge berkuah gurih. “Sejak dulu kami hanya mengandalkan kuah dengan bumbu rempah, tidak pakai kaldu udang apalagi campuran daging,” terang Miranto.
Taogenya pun istimewa. Sejak dulu hanya menggunakan taoge khusus berkualitas super yang warnanya putih bersih, bebas dari kulit hijaunya. Dalam sehari, Miranto membutuhkan sekitar 50-60 kilogram taoge untuk lontong balap yang legendaris.
Seporsi lontong balap Rajawali dibanderol Rp 13 ribu. Ciri khas lontong balapnya terletak pada penyajiannya. Jika di tepat lain daun brambang (bawang merah goreng) dan seledri ditaburkan di atas taoge, namun di sini justru kedua bahan tadi dimasukkan ke dalam kuah yang dicampur taoge. “Sejak dulu, ya, begitu penyajiannya. Jadi kalau ada yang enggak suka seledri dan minta dipisah, kami tidak bisa layani.,” terang Miranto.